Sabtu, 02 Juli 2011

SHIVA PURANA VOL 1


SHIVA PURANA  VOL I

PENGENALAN
           
            Purana adalah kelompok kitab sastra yang berisikan tentang ajaran agama, filsafat, sejarah, sosiology, politik dan berbagai bidang pengetahuan lainnya yang usianya sudah sangat tua. Purana adalah sebuah ensiklopedia dari berbagai cabang ilmu dan kebijaksanaan kuno. Purana juga dinyatakan sebagai kitab yang berisikan topik-topik utama tentang proses penciptaaan, Pergantian para Manu, masa pemerintahan seorang Manu, sejarah dan silsilah para raja besar. Karena purana semata-mata menerangkan tentang bidang bidang ini maka purana juga dikatagorikan sebagai Pancalaksana (1)-- sebuah nama yang sebenarnya sudah terdapat dalam berbagai purana (2) dan terkenal pada abad keV karena dipakai dalam sebuah karya Amarasimha yang terkenal yaitu Amarakosha (3). Akan tetapi ketika proses interpolasi mulai berlangsung maka istilah Pancalaksana dirasakan tidak sesuai lagi untuk menjelaskan apa kitab Purana itu sebenarnya. Maka istilah untuk menggambarkan purana itu mulai dikembangkan lagi sebagai Dasalaksana (4). Namun karena proses dinamika yang terus melaju, disertai proes pemasukan berbagai unsur asing, modifikasi dan penyingkatan maka segera saja ditemukan bahwa istilah itu tidak lagi relevan. Purana juga memiliki beberapa aspek yang tidak terjangkau oleh Panca atau Dasalaksana itu. Disamping itu, ciri-ciri yang dijelaskan dalam Panca dan Dasalaksana itu juga tidak ditemukan dalam beberapa Purana tertentu.
            Dalam koteks keseluruhannya Purana mewakili berbagai phase dan aspek kehidupan dalam berbagai jaman dan era. Oleh karena itulah mustahil bagi kita untuk memberikan definisi standar untuk sebuah literatur yang berisikan berbagai aspek dan phase yang heterogen. Lagi pula sesuatu yang diberikan definisi berdasarkan sudut pandang tertentu cenderung tidak sempurna.
            Kitab Purana di bagi menjadi dua bagian yang umum yaitu Mahapurana(5) dan Upapurana (6). Setiap kelompok terdiri dari delapan belas purana. Jadi secara keseluruhan Purana terdiri dari tiga puluh enam purana.

1.Untuk detailnya lihat Kirfel :Dasa purana panca lasksana.
2.Vamana I . 41,Kurma I 1. 12, Varaha 2.4, Matsya 53-54,Vayu 4.10-11 dan BhavishyaI.2.4-5 
3.Dr. Pulsaker: Studies on epic and Puranas:IntroHal 23.
4.Bhagavata xi 7.910.
5.Vayaviya I1.42;Uma 44.119-121.
6.Untuk detailnya lihat R.C HAzra.Studies on Upapurana, 2 Vols.
Mahapurana kemudian diklasifikasikan menjadi beberapa katagori yang berbeda yaitu Vaishnava, Brahma, Shaiva dan sebagainya, dalam proporsi bahwa purana-purana itu cenderung mengagungkan Brahma, Vishnu, Saiva dan sebagainya (7). Maka Shiva purana sebagaimana judulnya, termasuk dalam kelompok Saiva purana. Hal ini nyata terlihat pada kenyataan bahwa Purana ini menggambarkan keagungan dewa Shiva yang disertai ajaran beliau serta berbagai budaya ritual yang dikaitkan dengan beliau. Purana ini juga menceritakan tentang simbol linga, menceritakan kisah keagungan dan legenda beliau, serta menceritakan kisah inkarnasi, termasuk pahala dari pemujaan yang dilakukan pada lambang beliau. Pendek kata Shiva purana adalah kitab yang berisikan ajaran suci, legenda dan ritual tentang Shiva.   
            Naskah Shiva purana ini dibagi menjadi tujuh (8) Samhita yang dikenal sebagai Vidyeswara, Rudra, Satarudra, Kotirudra, Uma, Kailasa, dan Vayaviya. Dan yang kedua dari kitab-kitab ini dibagi lagi menjadi lima bagian yang menceritakan tentang proses penciptaan, kisah Sati, kisah kehidupan Parvati, kelahiran dan petualangan Kumara, dan berbagai peperangan yang dilakukan oleh Shiva. Samhita yang ketujuh (Vayaviya) memiliki dua bagian yaitu Purvabhaga dan Uttarabhaga (9). Samhita ini disebut sebagai Vayaviya, karena meskipun samhita ini diceritakan oleh rshi Suta di hutan Naimisha, namun sebenarnya kitab ini telah diproklamirkan oleh Vayu pada awal Shvetakalpa. (10).
            Menurut keterangan dalam Vayaviya, Shiva purana yang asli terdiri dari duabelas Samhita (11). Dengan kata lain bahwa sebagai tambahan dari tujuh Samhita yang dinyatakan sebelumnya ternyata masih ada lima Samhita lagi yaitu Vainayaka, Matra, Rudraikadasa, Sahasra koti dan Dharma. Keseluruhan dari duabelas purana itu terdiri dari seratus ribu shloka (12). Akan tetapi lima tidak dipakai dalam proses penyingkatan dan modifikasi dari naskah itu. Jadi shivapurana yang ada sekarang ini adalah edisi singkat yang terdiri dari duapuluh dua shloka.(13). Pengurangan itu dibuat oleh Rshi Krsna Dwaipayana (14) sendiri (15).
            Sebagaimana yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa Mahapurana terdiri dari delapan belas purana. Para sarjana purana menyetujui keberadan tujuh belasa purana, namun purana yang ke delapan belas mereka masing-masing memiliki pendapat yang berbeda. Kebanyakan purana-purana (17) memasukkan Shiva purana dalam daftar purana yang terdapat di dalamnya. Sedangkan beberapa diantaranya (18) memasukkan Vayu purana dalam daftarnya. Penambahan salah satunya memang tidak bisa dihindari lagi karena jumlah keseluruhan dari purana itu harus selalu dijadikan patokan. Oleh karena itulah beberapa ada yang menggunakan Vayu sedangkan beberapa lagi mempergunakan Shiva purana. Tak satu pun dari kedua kubu yang mau menyetujui salah satunya sebagai Mahapurana yang sebenarnya, karena masing masing mempertahankan prisip masing -masing .
            Sekarang marilah kita mencoba untuk mencarikan solusi yang memungkinkan. Kita mengetahui bahwa Shivapurana dibagi menjadi tujuh Samhita dimana salah satunya adalah Vayaviya. Kita juga telah memiliki bukti yang nyata tentang keberadaaan Shiva purana yang terdiri dari seratsus ribu Shloka dan disingkat menjadi duapuluh dua ribu shloka. Sampai disini tentu saja masuk akal malah ada yang setuju pada Shivapurana yang sesungguhnya dan pada Vayaviya. Maka bukan tidak mungkin lagi ada hubungan yang berkaitan antara Vayu purana dan pihak Vayaviya dimana Vayu purana adalah sebuah resensi untuk Vayaviya yang tidak lain adalah bagian dari Shiva purana itu sendiri. Jadi solusinya adalah dengan mengambil kesimpulan seperti tadi dan bukan dengan prinsip menerima yang satu dan membuang yang lainnya.
            Shiva purana memiliki semua karakteristik dari purana-purana yang lainya.Menurut para leluhur dan para bijak masa lampau, sebuah Mahapurana memiliki lima karateristik utama(19). Yang memperhatikan sejarah tradisi dan agama. Dari semua itu, awal dari penciptaan alam semesta adalah bagian yang terpenting dari setiap agama. Sebagai sebuah Mahapurana dan sebuah kitab suci dari budaya Shiva, maka Shiva purana memiliki ciri-ciri penting itu. Purana ini menceritakan tentang awal penciptaan yang ditelusuri dari Shiva, yang merupakan dewa abadi yang mekipun tidak memiliki atribut tertentu namun memiliki energy yang potensial dalam memanifestasikan diri beliau dalam tiga prinsip yaitu Satva, Rajas dan Tamas. yang dipersonifikasikan sebagai Brahma,Vishnu dan Rudra. Ketiga manifestasi ini memiliki energi masing-masing yaitu Lakshmi, Saraswati dan Kali, dimana dalam kolaborasinya mereka memiliki aspek yaitu mencipta, memelihara dan melebur.(20).
            Menurut perhitungan ini, maka tugas mencipta dipercayakan pada Brahma yang menciptakan telur maha besar yang berisikan dupuluh empat prinsip. Pada mulanya telur itu tidak bergerak, namun ketika Vishnu memenuhinya, telur itupun mulai bergerak. Maka selanjutnya berbagai jenis ciptaan termasuk di dalamnya (21).
            Sivapurana (22) mengklasifikasikan penciptaan menjadi tiga katagori yaitu Utama, yang madya dan primari-sekunder. Ketiga katagori itu di klasifikasikan seperti dalam tabel di bawah ini : 
                                    Penciptaaan (23)
            Primer             Madya             Primer-sekunder
Intelek dan Ego            Objek yang      Putra-putra Brahma yang                                              tidakbergerak.              diciptakan-Nya.

Elemen halus                 Binatang

Lima organ berbuat,      Manusia ilahi    
lima organ pengeta        Manusia biasa
huan, Manas                 Perasaan aktif
            Menurut Shiva purana, sembilan lapis penciptaan tidak sanggup melanjutkan proses penciptaan. Sedangkan putra-putra Brahma yang beliau ciptakan dari kekuatan pikiran beliau, tidak mau mematuhi sang pencipta dan tetap menjadi Brahmacharya. Maka Brahma kemudian menciptakan tujuh orang putra yaitu : Marichi dari kedua mata, Bhrigu dari hatinya, Angira dari kepala, Pulaha, Pulastya, Vasistha, dan Kratu dari nafas beliau, Atri dari telinganya, Narada dari kedua pangkuan tangannya, dan Kardama dari bayangannya (24). Ketika dengan semua usaha itu tidak berhasil maka Brahma kemudian membagi diriNya menjadi dua -- sebagian menjadi seorang wanita dan sebagian lagi menjadi seorang pria. Dalam sebagian wujudNya yang sebagai wanita maka beliau menciptakan sepasang suami istri yaitu Swayambhuva Manu dan Satarupa yang selanjutnya memenuhi keinginan sang pencipta dan melanjutkan proses penciptaan.
            7.Skanda , Kedara I
            8. Vayaviya I 1. 9-60.
            9. ibid. I.1.65
            10.Ibid I 123
            11.Ibid  I. 1 50-52
            12.Ibid I 1 57
            13.Ibid I 58
            14. Ibid I  1.58  Yuddha 16.15
            15. Keterangan yang diberikan tentang Vayaviya di atas juga terdapat                                 dalam Vidyeshwara samhita.
            16. Uma 44-1.99
17. Bhagawata xii 7.23;Brahmavaivarta III.133.14;Kurma I1.133; Linga;                              Markanedya; Padma ; varaha dan vishnu purana.
            18. Agni  272.4 : Matsya 53.18 : Narada I.95
            19. Mereka adalah Sarga, Patisarga, Vamsa,Manvantara, Vamsanucarita.
            20. RS  I 16.46.48.
            21. Ibid15.29. 33
            22. Ibid I  .15
            23 tentant masalah penciptaan diterang kan dalam RS I 15-16;Ibid II 2-                        3;UmaUma 30dan Vayaviya I 10-12
            24 Cf Vayaviya  I 12. 42 disni nama dan jumlah yang tercantum adalah berbeda.
            25. Vayaviya  I.ii.
            26. Vs  I.16.
            27. Ibid
            28 Ibid II. 9
            Lagi pula penciptaan alam semesta bukanlah masalah yang permanen, karena setelah masa penciptaan itu berlalu maka akan datang masa dimana semesta aka ndihancurkan dan terjadilah proses penciptan kembali. Salah satu ciri ini merupakan bagian dari lima ciri yang harus dipenuhi sebagai katagori sebuah Mahapurana. Dan Shivapurana juga telah memenuhi aspek inidan menerangkannya dalam bentuk yang lebih detail.
            Namun proses dari penghancuran alam semesta ini cukup rumit karena beberapa proses penghancuran alam semesta telah berlangsung sebanyak beberapa kali. Sebagaimana yang telah dinyatakan dalam beberapa purana bahwa semua ciptaanNya akan hancur dalam satu hari Brahma yang sama dengan empat belas Manvantara. Pada setiap akhir manwantara maka terjadilah poses penghancuran ini. Maka dalam satu hari beliau terjadi sebanyak empat belas kali penghancuran alam semesta. Akan tetapi ini hanyalah penghancuran sebagian. Pada akhir empat belas manvantara, atau sama dengan siangnya Brahma (26) atau satu Kalpa (27), maka  terjadilah sebuah penghancuran total yang sering disebut sebagai Kiamat. Maka demikianlah selama hidup Brahma telah terjadi penghancuran berkali-kali. Dan jika masa hidup Brahma telah berakhir maka terjadilah penghancuran total yang dimaksud. Semua mahluk dan isi alam semesta dan planet lain akan terserap ke dalam tubuh sang pencipta. Sang pencipta kemudian beristirahat dan bersiap untuk memulai proses penciptaan kembali alam semesta. Maka dengan demikian kita telah mendapatkan beberapa kali penghancuran dan penciptaan kembali alam semesta ini.(28)
            Penjelasan tentang zaman para Manu (Manvantara) merupakan karakteristik atau ciri sebuah Mahapurana. Shiva purana menyebutkan ada empat belas Manu. Mereka adalah Svayambhuva, Svarochisa, Uttama, Tamasa, Raivata, Caksusha, Vaivaswata, Savarni, Raucya, Brahma-savarni, Dharma-savarni, Rudra Savarni, Deva-savarni dan Indra-savarni. Setiap Manvantara terdiri dari 43.200 tahun manusia atau 1/14 harinya Brahma. Empat bels manvantara itu membentuk satu harinya Brahma. Dijelaskan bawa setiap Manvantara selalu memiliki seorang dewa penguasa, seorang rshi dan raja-raja yang memerintah alam semesta. Proeses penciptaan dan penghancuran ini selalu berulang ulang dari satu Manu ke Manu yang lainnya sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Mahapurana. Dan Shiva purana bukanlah pengecualian dari semua pernyataan itu.
            Dalam karakter Pancalaksana yang merupakan ciri sebuah Mahapurana, faktor keturunan dan silsilah raja besar adalah sebuah faktor yang penting. Para Suta (penyanyi kerajaan yang biasa menyanyikan pujian untuk sang raja disertai keagungan silsilah rajanya) biasanya menjadi pemegang silsilah para raja yang mereka bacakan pada saat-saat tertentu dan mereka akan mendapatkan hadiah dari raja mereka. Akan tetapi seiring dengan transimisi kekuasaan dan generasi para raja, maka terjadilah proses interpolasi didalamnya. Hal ini terbukti dengan adanya perbedaan antara silsilah yang dimiliki oleh salah satu Suta dengan Suta yang lainnya. Jika dari perbedaan itu digabungkan dengan yang ada dalam purana maka terdapatlah perbedaan-perbedaan didalamnya. Inilah yang membuktikan adanya perbedaan antara silsilah para raja dengan yang ada dalam purana.
            Pargiter (29) telah menyediakan sebuah daftar silsilah para raja yang telah disesuaikan dengan daftar yang ada pada kitab Purana. Dengan membandingkan daftar ini dengan yang ada dalam Shiva purana maka ditemukan beberapa perbedaan. Dalam sebuah ilustrasi sebagi berikut:
I.        Daftar Pargiter tentang silsilah para raja Ayodhya menempatkan Kakutstha sebagai keturunan langsung dari Vikukshi-sasada, sedangkan dalam Shiva purana menyatakan bahwa Kakutstha merupakan keturunan langsung dari raja yang tidak teradapat dalam daftar Pargiter.
II.     Arinabha dalam Shiva purana digantikan menjadi Anena oleh Pargiter .
III.   Setelah Purukutsa Pargiter menyebutkan Trasadasyu, Sambhuta, Anaranya, Trasadsva, Haryasva, Vasumanas, Trindhanvan. Nama-nama ini disebutkan dalam Shiva purana, yang menyebutkan bahwa Trayyaruni sebagai keturunan langsung dari Purukutsa. Shiva purana menyebutkan Anaranya, Mundidruha, dan Nishada memerintah setelah Sarvakarman atau Sarvasarman sedangkan Pargiter tidak menyebutkan nama-nama ini. Sebaliknya, Pargiter malah menyebutkan nama sepuluh raja yang sama sekali tidak terdapat dalam Shivapurana.
            Dengan variasi-variasi seperti ini, Shivapurana kemudian melanjutkan dengan pernyataan tentang silsilah keturunan para raja dan karya besar mereka. Akan tetapi pernyataan-pernyataan itu menjadi tanggung karena Shiva purana tidak menjelaskannya secara terperinci (30). Masih dalam hubungan dengan dinasty raja-raja Ayodhya Shiva purana juga menyediakan sebuah informasi detail. Silsilah para raja ini disusun sedemikian rupa dalam tiga perioda yaitu :
1)      Pergantian tampuk kekuasaaan dari  Manu hingga ke Satyavrata.
2)      Dari Satya vrata hingga ke raja Sagara.
3)      Dari Sagara kepada Sumitra.
            Ada juga pengelompokan serupa yang didasarkan pada perioda waktu. Dinasty dari raja Ikashvaku hingga Maruta digolongkan sebagai masa lampau. Masa pemerintahan Marut yang adalah ayah dari Agnivarna adalah masa sekarang yang merupakan perioda dimana Purana disusun. Perioda pemerintahan dari Aginvarna kepada sumitra disebut sebagai masa yang akan datang yang diduga sebagai awal terbuntuknya kitab ini.
            Daftar Silsilah para raja ini disertai dengan berbagai tindakan serta karya besar para raja yang terkenal itu. Karena merupakan sebuah ciri dari sebuah Mahapurana untuk menceritakan karya besar para raja terkenal itu. Biasanya suatu karya itu disertai dengan sejarah sang raja namun kadang-kadang juga dikaitkan dengan keadaan selama masa pemerintahan mereka. Shiva puran terutama tertarik dalam menciertikan silsilah raja-raja Ayodhya yang merupakan keturunan dinasty Surya dan oleh karena itulah maka purana ini menceritakan beberapa raja dari keluaraga itu. Dari semua raja yang disebutkan nama Kuvalasva-Dhundhumara, Satyavrata- Trishanku dan Sagara adalah yang paling sering dibicarakan. Sedangkan nama seperti Vikukshi-sasada, Bhagiratha, Nisdha, Hiranyanabha dan yang lainnya diberikan tempat kedua.
            Analisis diatas secara jelas memperlihatkan bahwa Shiva purana memiliki ciri yang istimewa dari sebuah Mahapurana daripada purana-purana lainnya. Hal ini membuat Shiva purana mendapatkan gelar kehormatan sebagai purana yang agung. Akan tetapi sesungguhnya keagungan itu terletak pada isinya yang menjelaskan tentang ritual pemujaan Shiva. Purana ini memandang Shiva sebagai Prinsip yang abadi, dewa tertinggi, jiwa kosmik, dan penyangga alam semesta. Akan tetapi orang yang kurang tahu dan tertipu oleh kegelapan batinnya, kemudian mencari pengetahuan dan membayangkan bahwa Shiva memiliki wujud tertentu yang berbeda dengan dirinya, dimana pada saat mereka memerlukan sesuatu maka sang dewa akan membalas doanya dan memberikan berkat pada mereka. Seorang penyembah sejati hanya akan mengejar pencerahan spiritual dan  memanfaatkan ritual sebagai alat untuk membersihkan diri dan bathin mereka. Shiva purana menggabungkan beberapa ritual pemujaan dan homa yang disertai dengan praktek spiritual dan jasmaniah dalam praktek yang disertai dengan penggunaan Mantra, Yantra dan Tantra. Seorang pemuja akan memulai dengan tiga lapis pemujaan (31) yaitu mendengar, mengagungkan dan membayangkan wujud Tuhan-- adalah sebuah proses,yang menurut Shiva purana (32), yang membutuhkan perhatian yang sama besarnya dengan perhatian pada hubungan badan yang menjadi trend manusia sekarang. Dalam hubungan ini, Rudra samhita (33), menyebutkan ada delapan cara untuk mencapai konsentrasi dan pencapaian spiritual. Selanjutnya sadhaka atau penyembah disarankan untuk mengendalikan enam pusat energi (chakra) yang terdapat pada terowongan tulang belakang  yang disebut sebagai Sumshumna yang terdapat diantara dua nadi halus yaitu Idda dan Pingala. Dan semua itu hanya mungkin dengan mengambil jalan pengetahuan, dengan menyucikan enam saluran suci, melakukan disiplin ritual dan latihan Yoga (34). Sang sadhaka harus melewati beberapa aktivitas spiritual sebelum ia mencapai keadaan dimana ia mencapai keharmonisan yang sempurna antara dirinya dengan dewa yang dipujanya., akan tetapi disana masih ada kesadaran bahwa ia masih terpisah dengan dewa itu hingga ia mencapai keadaaan dimana ia tidak menemukan perbedaan sedikitpun antara dirinya dengan dewa yang dipujanya itu.
29.AIHT .PP. 144-149
30. Vayaviya I 17. 61-65.
31. VS. 4,
32. VS. 4.4  
33. RS  II .12. 9.Lebih jelas lagi terdapat dalam Bhodasara PP 121-128.
34. Vayaviya  II 10. 30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar